expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Sunday, November 30, 2014

4 Media Budidaya Semut Kroto


Di alam bebas, habitat semut pada umumnya adalah pohon. Semut bersarang pada daun yg terletak pada ujung ranting, karena daun pada pucuk ranting lebih muda dan mudah dirajut. Pada pucuk ranting pohon juga tersedia banyak makanan karena selain dekat dengan bunga dan buah yang memancing serangga mendekat, di pucuk ranting juga mudah ditemukan kutu daun (aphid) yang menghasilkan cairan manis sebagai sumber karbohidrat untuk semut.

Cairan manis dari aphid adalah tipe glukosa dengan perbandingan sukrosa dan fruktosa seimbang sehingga semut tidak perlu memprosesnya lagi. Kerjasama semut rangrang dengan aphid bersifat mutualisme, dan disini aphid mendapatkan perlindungan dari bahaya predator, meskipun kadangkala aphid yang sudah tua,cacat ataupun tidak memproduksi cairan manis lagi tetap akan dimangsa semut sebagai sumber protein.

Tidak setiap pohon disukai semut rangrang untuk bersarang. Mereka lebih memilih pohon dengan daun yang bertekstur fleksibel, tidak bergelugut dan bedaun lebar, meskipun tak jarang kita jumpai semut berada di sembarang pohon karena memang tidak adanya pohon lain yang lebih nyaman untuk ditempati. Di dusun Babakan, Srandakan, Bantul saya pernah menjumpai koloni besar semut di pohon jati, karena memang sekitarnya adalah rumah warga dan tanah lapang. Itu berarti semut bisa dan mau menempati media tertentu jika tidak ada pilihan lain.

Di arah pantai Goa Cemara saya juga pernah menjumpai sekoloni semut di daun kelapa. Sempit dan menurut saya sangat tidak nyaman karena goyangan daun kelapa di pesisir terjadi kencang dan terus menerus. Bahkan di Kulonprogo, ada sebuah bangunan tua yang tinggal temboknya saja saya pernah menemukan bahwa semut ternyata mau berdiam di dalam toples. Memang cukup beralasan karena posisi toples di atas tembok yang tinggi namun teduh oleh pepohonan dan disitu merupakan jalur lalu-lalang semut rangrang dalam berburu yang habitat sesungguhnya adalah pohon Pace yang tumbuh rimbun di sekitaran bangunan tua tersebut, Beberapa pohon juga menempel di dinding tembok sehingga wajar jika toples tersebut didiami semut.

Hal tersebut membuktikan bahwa dalam keadaan terdesak serta dukungan jalur perburuan utuh semut mampu bertahan dan berkembang biak di media yang memungkinkan untuk dimodifikasi sesuai dengan keinginan budidaya kita. Hal ini juga yang membuat saya tertarik membudidayakan semut rangrang. Sebenarnya di Thailand, Vietnam, dan beberapa negara yang mengkonsumsi kroto sebagai bahan makanan hal ini sudah dilakukan cukup lama, bahkan mendapat dukungan dari pemerintah sebagai pemenuhan gizi masyarakat. Terbukti bahwa ketika saya browsing tak kesulitan menemukan artikel tentang budidaya semut rangrang.

Artikel tentang semut rangrang dapat kita temukan di Wikipedia, National Geographic, Antweb, Antscanada dan lain sebagainya. Ada banyak sekali media yang dapat digunakan untuk budidaya semut rangrang, mulai dari toples, tabung bambu atau anyaman bambu (besek), mika, kertas, ataupun dengan media semi alam menggunakan tanaman dalam pot. Saya lebih suka menggunakan kardus bekas mie instan.

Berawal dari kebiasaan berburu yang sampai larut malam dan menampung hasil buruan di dalam kardus agar tak tercecer krotonya, ternyata setelah pagi hari saya menemuka bahwa rajutan sarang semut dalam kardus sudah utuh dan penuh didiami semut dari sarang-sarang yang terbongkar pada saat perburuan. Untuk lebih jelasnya mari kita ulas bersama tentang media budidaya semut.

Pemilihan media budidaya semut mengacu pada habitat sebenarnya semut di alam dan aturan memodifikasi praktis akan mempertimbangkan ergonomitas bentuk media agar simpel dan kwantitasnya banyak, disukai semut serta tidak merepotkan saat pemanenan. Dalam membuat media budidaya semut kita harus memperhatikan juga material bahan karena keawetan dalam budidaya secara kontinyu otomatis adalah penghematan. Untuk kenyamanan semut, suhu di atur dengan seberapa besar intensitas cahaya ke media, kelembaban di rekayasa dengan mengatur fentilasi udara yang masuk ke dalam labirin sarang semut. Hal tersebut jg berkaitan dengan lubang jalur keluar masuk semut ke dalam media budidaya semut.

1. Tabung Bambu

Adalah media alami yang mudah didapat dimanapun. Selain jarak rajutan semut pendek, pori-pori bambu juga fleksibel mengatur suhu dan kelembaban media budidaya semut. Bambu basah habis tebang lebih cepat didiami semut daripada media lain karena sifat alamiah bambu paling mendekati dengan tekstur sarang daun. Untuk budidaya partai besar, pemanenan dengan media bambu tidak efektif, karena volume bambu sendiri tidaklah banyak. Peternak di kota besar juga sulit mendapatkan bambu, dan kalaupun ada cost nya sudah sangat mahal.

2. Anyaman Bambu ( Besek )

Bahan alami besek sangat disukai semut untuk bersarang. Material alami yg berpori menjamin sarang tidak terlalu lembab. Sifat lain hampir sama seperti media bambu karena memang berbahan dasar bambu. Besek lebih unggul dalam hal volume dan ergonomitas bentuk yg mudah disesuaikan dengan rak. Hanya saja, harga besek masih cukup mahal untuk ukuran ternak massal, meski besek bisa dipakai berulang-ulang.

3. Toples

Media toples paling banyak digunakan dalam budidaya kroto baru-baru ini. Selain bentuknya beragam, transparasi toples juga menjadikan media ini digemari karena perkembangan sarang semut mudah diamati. Mudah di dapat dan bisa diseragamkan. Kuat, serta bisa dipakai berulang-ulang. Penjual bibit semut memakai toples dalam pengiriman antar kota karena tahan tekanan, mudah diatur dalam packing, hemat, berukuran pasti dan jelas terlihat isi kwantitas semut di dalamnya sehingga penjual dan pembeli lebih mudah memahami. Toples mika mempunyai material yang lebih mudah untuk melengketkan sarang semut dibandingkan toples plastik. Untuk budidaya, ukuran toples yg lebih besar tentunya lebih efektif. Dalam perkembangannya, media toples menjadi sangat beragam tergantung banyaknya produk pabrik yang beredar, karena media sarang semut lebih hemat jika menggunakan bahan bekas, seperti toples makanan ringan, botol air mineral, galon dan sebagainya. Beberapa peternak bahkan menggunakan pipa paralon yg dipotong-potong.

4. Kardus
Keunggulan kardus jelas pada harga berbanding volume efektif yg ada. Murah, mudah didapat dan diseragamkan krn hampir semua packing produk menggunakan kardus. Bentuknya yg rata-rata kotak menjadi mudah ditata berjajar ataupun ditumpuk. Bahkan dengan pemakaian sekali buang, harga kardus masih sangat terjangkau. Dari sisi produktifitas, material kardus yg notabene adalah kertas berbahan kayu lebih bersifat alami. Lapisan kertas kardus terdiri dari beberapa susun kertas bertumpuk dan bergelombang menetralkan suhu di dalam kardus. Meredam panas luar dan lebih hangat di kala cuaca dingin. Kertas kardus yg berpori jg menjaga kelembaban udara di dalam kardus, menyerap cairan berlebih di dalam media sehingga tidak terjadi kantung air. Materialnya yg tidak transparan melindungi sarang dari cahaya matahari langsung, hanya saja pengamatan kita terhadap isi menjadi terbatas. Tingkat kepadatan telur siap panen lebih mengandalkan insting dan perkiraan peternak. Hal ini dapat direkayasa dengan sedikit modifikasi bentuk kardus.

Masih ada bermacam-macam bahan media budidaya semut yg bisa digunakan. Box acrylic, kayu, triplex, karton dan lain-lain ataupun modifikasi dari campuran bahan yg ada tergantung kreatifitas dan ketersediaan bahan. Saat ini media kardus masih menjadi favorit saya, dan untuk menyiasati perkiraan masa panen krn isi kardus tidak terlihat bisa kita lakukan dengan memotong kecil panjang pd salah sati sisi kardus utk kemudia kita tutup dengan plester transparan pd sisi dalam dan luar kardus agar lem pd plester tidak menjebak semut. Cara lain adalah dengan indikator berat. Bisa dengan tuas bilah bambu atau dengan meletakkan landasan spon dibawah kardus. Jika spon sudah gepeng menahan berat kardus, bisa dipastikan isi kardus sudah layak panen.

No comments:

Post a Comment